Berita Terkini

Soal Media Sosial, Kemenkominfo Gaet KPU dan Bawaslu

JAKARTA - Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo) akan berkoordinasi dengan Komisi Pemilihan Umum (KPU) dan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) terkait penggunaan media sosial (medsos) yang eksesif atau melampaui batas, pada pilkada serentak 2018 mendatang. Adapun penggunaan medsos yang eksesif itu di antaranya, seperti penyebaran berita hoaks, ujaran kebencian, provokasi serta berbau suku, agama, ras dan antargolongan (SARA). "Kami berkoordinasi dengan KPU dan Bawaslu terutama bagaimana memitigasi potensi penggunaan media sosial yang eksesif oleh para pendukung ataupun relawan misalkan dari calon-calon yang berkontestasi, ini kami sedang bicarakan," ujar Menteri Komunikasi dan Informatika (Menkominfo) Rudiantara di Gedung DPR, Senayan, Jakarta, Selasa (28/11/2017). Namun, kata dia, gambaran mitigasi yang bakal dilakukan terhadap Medsos tersebut belum ditetapkan. "Belum ditetapkan, nanti bersama dengan Bawaslu," paparnya. Kendati demikian, yang pasti pencegahannya bukan sekadar imbauan. "Enggak imbauan, bukan sistem dalam teknis ya, tapi melalui aturan-aturan administrasi, contoh misalkan minimal berapa akun yang harus didaftarkan. Biar yang tidak terkontrol yang di luar dimitigasi," katanya. Adapun jumlah Medsos yang menyebarkan SARA saat ini, dia mengklaim sudah mulai menurun dibandingkan saat pelaksanaan pilkada serentak tahun 2017 lalu. "Kalau diihat sekarang sih menurun dibanding tahun 2017 setelah ada Pilkada ya, dari kuantitas maupun kualitas. Namun, kita kan tidak bisa underestimate untuk 2018 pada saat pemilihan serentak, Pilkada serentak, jadi lebih baik kami jaga-jaga jauh-jauh," ungkapnya. Lebih lanjut dia mengatakan, umumnya pemanfaatan Medsos untuk hal negatif terjadi di sejumlah kota besar. "Itu kan sebetulnya kalau terjadi katakanlah memanfaatkan media sosial untuk perang, itu terjadinya di kota-kota besar, kota-kota yang relatif tidak terlalu besar tidak sampai ke sana," pungkasnya

Mendagri Minta Bawaslu Tegas Terkait Isu SARA di Pilkada 2018

AKARTA - Berita bohong atau hoaks mengenai isu Suku, Agama, Ras dan Antargolongan (SARA) masih marak dalam praktik demokrasi di Indonesia khususnya menjelang pilkada. Dalam rangka mengantisipasi hal tersebut, Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tjahjo Kumolo, memerintahkan pihak Bawaslu RI untuk memberi sanksi tegas kepada pihak yang terlibat dalam isu sara tersebut. "Kami minta ada sanksi dari Bawaslu, sanksi tegas sesuai UU yang ada," kata Tjahjo di Hotel Sahid Jaya, Jakarta, Selasa (28/11/2017). Tjahjo pun menginginkan agar nantinya saat ajang kontes pesta demokrasi pemilihan kepala daerah 5 tahun ini terdapat pendewasaan politik, di mana para tokoh atau calonnya dapat menjaga sesama. "Perlu sosialisasi perlu pendewasaan poltik. Dimana para elite politiknya bisa harus mampu menjaga," jelas Tjahjo. "DKI saja yang ribut-tibut tapi hari H nya aman kok. Enggak ada satu pun gesekan, enggak ada satu perkelahian," sambungnya. Selain itu, saat masa kampanye Pilkada serentak 2018 ini, Tjahjo melanjutkan bahwa nantinya juga terdapat sebuah kampanye yang santun dan tidak terdapat praktik politik uang. "Yang diinginkan ya kampanye yang santun, yang satu program adu konsep, tidak ada politik uang. Stabilitas aman terkendali, sehingga tidak perlu mengeluarkan anggaran yang tidak perlu," tandasnya

Hanya 12 Parpol yang Lanjut ke Verifikasi Faktual

Komisi Pemilihan Umum (KPU) telah menyampaikan dan mengumumkan hasil penelitian administrasi perbaikan atas dokumen dari 14 partai politik (parpol) calon peserta Pemilu 2019. Hasilnya, dari 14 parpol hanya 12 parpol yang dapat melanjutkan ke tahap verifikasi faktual, sedangkan 2 parpol sisanya tidak dapat melanjutkan. 12 parpol yang dapat melanjutkan ke verifikasi faktual adalah Partai Amanat Nasional (PAN), Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP), Partai Demokrat, Partai Gerakan Indonesia Raya (Gerindra), Partai Golongan Karya (Partai Golkar), Partai Hati Nurani Rakyat (Hanura), Partai Keadilan Sejahtera (PKS), Partai Kebangkitan Bangsa (PKB), Partai Nasdem (NasDem), Partai Persatuan Pembangunan (PPP), Partai Persatuan Indonesia (Perindo), dan Partai Solidaritas Indonesia (PSI). Sedangkan, 2 parpol yang tidak dapat melanjutkan ke tahap verifikasi faktual adalah Partai Berkarya (Berkarya) dan Partai Gerakan Perubahan Indonesia (Partai Garuda). PENGUMUMAN KPU RI, selengkapnya... Klik Disini Menurut Komisioner KPU RI Hasyim Asy’ari, kedua parpol yang tidak bisa melanjutkan ke verifikasi faktual karena pemenuhan syarat dokumen daftar keanggotaan yang tidak memenuhi batas minimal, yaitu 1000 atau 1/1000 dari jumlah penduduk. “KPU kabupaten/kota melakukan penelitian, analisis kegandaan, baik internal maupun eksternal, dan dilakukan faktual nama-nama yang muncul ganda tersebut, kemudian diambil kesimpulan mana yang memenuhi syarat dan mana yang belum memenuhi syarat. KPU memberikan waktu 14 hari untuk perbaikan, hasilnya diteliti ulang, dan hasilnya dilaporkan ke pusat,” jelas Hasyim di depan awak media, Kamis (14/12) di Ruang Sidang Utama lantai 2 KPU RI. Bagi 9 parpol hasil putusan Bawaslu, tambah Hasyim, kesempatan terakhir untuk perbaikan hari Jumat 15 Desember 2017, dan KPU akan melakukan penelitian selama 10 hari. Hasil penelitian tersebut akan disampaikan pada tanggal 23 Desember 2017

KPU Sampaikan Hasil Penelitian Administrasi Perbaikan Kepada 14 Parpol

Komisi Pemilihan Umum (KPU) menyampaikan hasil penelitian administrasi perbaikan atas dokumen dari 14 partai politik (parpol) calon peserta Pemilu 2019, Kamis malam (14/12) di Ruang Sidang Utama lantai 2 KPU RI. Penyampaian ini dihadiri oleh seluruh Komisioner KPU RI, perwakilan Bawaslu RI, perwakilan 14 parpol, pegiat pemilu, dan media massa. Menurut Ketua KPU RI Arief Budiman, KPU membutuhkan waktu untuk pengecekan dokumen yang cukup banyak, sehingga penyampaian hasil tersebut dilakukan di malam hari. “Berdasarkan penelitian KPU, ada 12 parpol yang memenuhi syarat dan dilanjutkan ke verifikasi faktual, dan ada 2 parpol yang belum berkesempatan untuk melanjutkan ke verifikasi faktual,” tutur Arief yang didampingi oleh seluruh Komisioner kPU RI, Sekjen KPU RI, dan Komisioner Bawaslu RI. Sementara itu, Komisioner KPU RI Hasyim Asy’ari menjelaskan bahwa dokumen yang diteliti terdiri dari dua tingkatan, yaitu di pusat dan di kabupaten/kota, yaitu kepengurusan, keterwakilan perempuan, kantor, rekening, dan keanggotaan, khusus keanggotaan ini ada di kabupaten/kota. “Semua dokumen di tingkat pusat memenuhi syarat, tetapi yang membuat 2 parpol tidak bisa melanjutkan ke verifikasi faktual adalah dokumen di kabupaten/kota,” jelas Hasyim. Hasyim juga menambahkan, KPU juga telah mengeluarkan Keputusan KPU Nomor 227/PL.01.1-Kpt/03/KPU/XII/2017 tentang kedudukan parpol peserta pemilu 2014 pada daerah otonom baru dalam persyaratan parpol peserta pemilu 2019. Pada kesempatan yang sama, Anggota Bawaslu RI M. Afifuddin menyatakan Bawaslu akan mengawasi proses verifikasi faktual di tingkat pusat, provinsi, dan kabupaten/kota, termasuk bagi Daerah Otonom Baru (DOB). “Bagi 2 parpol yang belum bisa melanjutkan ke verifikasi faktual, dari sisi kewenangan dan tugas Bawaslu, karena sudah ada Berita Acara, Bawaslu siap menerima apabila ada parpol yang tidak puas dengan keputusan KPU ini dan mengajukan sengketa ke Bawaslu,” tutur Afifuddin